Kardus di Atas Kasur



Ini tentang sebuah kardus berwarna coklat yang ada di atas tempat tidurku. Setiap aku tidur aku melihatnya dan berpikir besok aku akan membuangnya. Tapi besoknya aku selalu lupa atau enggan membuangnya, dan ketika akan tidur, aku baru mengingatnya lagi. Hal itu terus berulang dan akhirnya aku terbiasa dengan itu.

Hari ini, saat kulihat kardus itu sekali lagi, aku memutuskan bahwa sudah waktunya mengatasi keengganan yang selama ini aku rasakan. Aku berencana untuk membuang kardus itu setelah pulang kerja.

***

Saat aku berjalan pulang sore itu, pikiranku terbang ke masa kecilku. Aku teringat sore-sore setelah mandi, ketika matahari sudah mulai turun dan semilir angin meniup lembut. Biasanya, ibu atau ayah akan memanggilku untuk keluar ke halaman belakang rumah.

Kita akan berkumpul di halaman belakang, ibu, ayah, dan aku. Aku akan duduk di antara mereka, menikmati sentuhan lembut mereka yang mengeringkan rambutku dengan handuk. Kadang-kadang, kami bermain-main sebentar sebelum kembali ke rumah, membuat jejak basah di lantai yang hangat.

Setelahnya, ibu akan membawaku ke kamar tidur dan membungkusku dengan handuk putih yang harum. Itu adalah saat yang paling nyaman, saat kurasakan sentuhan hangat dan ciuman lembut ibuku di dahi. Setelah itu, ibu akan menggosok-gosokkan bedak bayi di seluruh tubuhku dan memakaikan pakaian bersih yang lembut.

Aku akan duduk di tempat tidur yang rapi dan memandangi mainan-mainanku yang berserakan di sekitar kamar. Lalu, mataku tertuju pada kardus kuning yang berdiri tegak di pojok kamar. Isinya sudah pasti mainan-mainanku yang sudah rusak atau tidak dimainkan lagi, tapi aku tidak mau kalau mainan-mainan itu dibuang.

Seiring berjalannya waktu, kardus itu hanya menjadi bagian dari rutinitasku sehari-hari. Aku melihatnya setiap kali aku berjalan ke kamar tidur tapi tetap enggan untuk aku buang. Hingga suatu saat, aku tidak ingat lagi dimana kardus kuning itu, mungkin dibuang oleh ayah atau ibuku. Dan nyatanya aku tidak terlalu peduli kardus itu hilang atau dibuang.

***

Saat akhirnya sampai di rumah, aku menemukan diriku berada di depan kardus coklat-ku di tempat biasa, tergeletak di atas kasur. Aku mengambil napas dalam-dalam dan meraihnya.

Kubuka kardus itu. Di dalamnya kulihat tumpukan kertas, kaos kusut, dan foto-fotoku bersama seorang gadis berambut sebahu. Saat itu, aku merasakan bibirku tersenyum kecil.

Akhirnya kubuang kardus itu, jujur sedikit terpaksa. Tetapi tetap kulakukan sebagai langkah menuju perubahan dan pertumbuhan. Aku menghargai masa lalu dan kenangan-kenangan manis yang selalu tersemat di dalam hatiku.

Setelah kardus itu pergi, tempat tidurku terasa lebih terbuka dan lega. Aku melangkah ke masa depan dengan semangat baru, membawa cerita-cerita indah dari masa lalu. Ternyata, tidak perlu kardus atau benda-benda lainnya untuk membuatku menghargai kenangan.

Malam ini, saat aku berbaring di tempat tidur, aku merenungkan perjalanan hidup yang telah kujalani. Aku tersenyum saat teringat kenangan dan perjalananku sampai saat ini, lalu memandang ke masa depan dengan harapan dan keyakinan. Kardus itu mungkin pergi, tetapi kenangan dan semangat akan tetap hidup dalam hatiku selamanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat malam, Cahaya

Persimpangan Jalan