Melayang
![]() |
| (Gambar dari Pixabay) |
"Ada yang lain ?" tanya pelayan wanita itu.
"Tidak, terima kasih."
"Baiklah, kalau begitu selamat menikmati," dia memberikan seulas senyum, lalu pergi.
"Alasannya, ya, aku bosan," kata Irene, lalu menyedot minumannya. "Cuma itu."
"Aku tidak mengerti," kataku.
"Kamu tidak perlu mengerti sekarang."
Aku menengok ke luar jendela. Beberapa orang melepaskan alas kaki mereka lalu perlahan melayang. Seperti balon udara. Sebagian dari mereka tersenyum, yang lain tampak sedih.
Kusendok nasi gorengku, lalu kulahap. Tapi mataku terus menatap gadis di depanku. Dia sangat menikmati makanannya.
"Jangan melihatku seperti itu !" katanya.
Jadi aku kembali melihat ke luar. Orang-orang di sana terus melayang. Perlahan tapi pasti, semakin tinggi. Macet semakin parah karena beberapa dari mereka meninggalkan mobilnya begitu saja di jalan.
"Setidaknya beri aku alasan pasti," kataku.
Dia meletakan sendoknya. "Ini bukan tentang alasan apapun, ini hanya masalah waktu," dia beralih melihat ke luar.
"Kamu cuma membuatku bingung."
"Nanti juga kamu akan mengerti," dia tersenyum menatapku. "Cepat atau lambat."
Dia kembali melahap makanannya, sedangkan nafsu makanku tiba-tiba hilang. Seperti mereka yang melayang lalu lenyap.
"Lagi pula, mau apa lagi aku ?" dia mengangkat bahu.
Aku hanya terus menatapnya.
"Kemarin," katanya lagi. "Sebelum Ibuku melayang, dia bilang 'suatu saat semua orang akan mengerti'."
"Sekarang kamu mengerti ?"
"Kurasa begitu."
Aku menyedot minumanku.
"Kamu tahu, kata orang sebenarnya gubernur kita sudah melayang."
"Oh, ya ?" aku mengerutkan kening.
"Ya hanya saja tak ada media yang memberitakannya."
"Ah,"
"Kata Pamanku, sebenarnya istana presiden yang ditutup dan dijaga ketat juga tidak sedang dalam perbaikan."
"Lalu ?"
"Meleleh."
***
Sepatu dan sandal berserakan dimana-mana. Irene menyerahkan sepatunya padaku. Perlahan dia melayang, seperti yang lain. Terus, semakin tinggi.
Klakson saling bersahutan. Matahari semakin temaram. Lampu-lampu jalanan mulai menyala. Sementara di sana, warna puncak monas semakin pudar. Bahkan perlahan-lahan mencair dan menetes ke tanah.

Komentar
Posting Komentar