Postingan

Kardus di Atas Kasur

Gambar
Ini tentang sebuah kardus berwarna coklat yang ada di atas tempat tidurku. Setiap aku tidur aku melihatnya dan berpikir besok aku akan membuangnya. Tapi besoknya aku selalu lupa atau enggan membuangnya, dan ketika akan tidur, aku baru mengingatnya lagi. Hal itu terus berulang dan akhirnya aku terbiasa dengan itu. Hari ini, saat kulihat kardus itu sekali lagi, aku memutuskan bahwa sudah waktunya mengatasi keengganan yang selama ini aku rasakan. Aku berencana untuk membuang kardus itu setelah pulang kerja. *** Saat aku berjalan pulang sore itu, pikiranku terbang ke masa kecilku. Aku teringat sore-sore setelah mandi, ketika matahari sudah mulai turun dan semilir angin meniup lembut. Biasanya, ibu atau ayah akan memanggilku untuk keluar ke halaman belakang rumah. Kita akan berkumpul di halaman belakang, ibu, ayah, dan aku. Aku akan duduk di antara mereka, menikmati sentuhan lembut mereka yang mengeringkan rambutku dengan handuk. Kadang-kadang, kami bermain-main sebentar sebelum kembali ke ...

Menunggu Badai

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Tanah berapi, berbatu Terinjak siksa Bersandar dinding di dinding Hanya palsu menjalar di diri Bianglala menghitam di sini Semesta sementara tak pahami Hingga mega-mega berpendar pudar Dipuput bayu ke layar Karat kini merekat diri Menyayat Merajut benci, menjadi tali Mati kembali, berselimut imaji Kujangkarkan sampan di karang Menunggu badai menghancurkan

Melayang

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Bagian atas minuman itu berbentuk seperti puncak monas. Nasi gorengnya juga tampak cukup lezat. "Ada yang lain ?" tanya pelayan wanita itu. "Tidak, terima kasih." "Baiklah, kalau begitu selamat menikmati," dia memberikan seulas senyum, lalu pergi. "Alasannya, ya, aku bosan," kata Irene, lalu menyedot minumannya. "Cuma itu." "Aku tidak mengerti," kataku. "Kamu tidak perlu mengerti sekarang." Aku menengok ke luar jendela. Beberapa orang melepaskan alas kaki mereka lalu perlahan melayang. Seperti balon udara. Sebagian dari mereka tersenyum, yang lain tampak sedih. Kusendok nasi gorengku, lalu kulahap. Tapi mataku terus menatap gadis di depanku. Dia sangat menikmati makanannya. "Jangan melihatku seperti itu !" katanya. Jadi aku kembali melihat ke luar. Orang-orang di sana terus melayang. Perlahan tapi pasti, semakin tinggi. Macet semakin parah karena beberapa dar...

Anak Babi

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Pagi itu, seperti biasa si peternak tua pergi ke kandang untuk memeriksa peliharaannya. Seorang pekerjanya sedang sibuk menempatkan rumput di tempat sapi-sapi makan. Sementara pekerja yang satu lagi membersihkan kotorannya. Ketika si peternak tua menuju kandang ayam, seorang pekerjanya berteriak, "Ada babi !" Si Peternak kemudian kembali ke kandang sapi, asal teriakan itu. Benar, di dalam kandang sapi ada seekor anak babi. "Dari mana asal babi ini ?" tanya si Peternak. "Ini anak dari sapi itu." Si peternak memeriksa sapi yang ditunjuk pekerjanya. "Tidak mungkin. Pasti bukan sapi ini yang hamil." "Tidak, Pak. Saya sendiri yang memindahkan sapi ini kemarin," kata pekerja yang satunya. Si peternak mengerutkan keningnya sambil menatap anak babi itu beberapa saat. Kemudian dia mengambil sebentuk telepon genggam dari sakunya, lalu menghubungi seseorang. Beberapa menit kemudian, orang yang dihubunginy...

Persimpangan Jalan

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Pria itu tampak resah di persimpangan jalan. Dia hanya memakai celana yang sudah sobek di sana-sini. Tubuhnya kotor. Entah kapan terakhir kali dia mandi.  Orang-orang mulai resah dengan kelakuannya. Sesekali dia menangis, lalu beberapa saat kemudian tertawa terbahak-bahak.  Dia juga sempat tertabrak sebuah mobil ketika mencoba menyebrang saat lampu hijau. Tapi dia langsung bangkit dengan kaki dan tangan penuh luka. Dia selalu marah ketika orang-orang mencoba membantunya. Pernah sekali dia memukul orang yang mencoba mengobati lukanya.  "Urus urusanmu sendiri !" teriaknya.  Hingga akhirnya dia dimankan oleh polisi dengan susah payah.  * Seorang kakek berdiri di persimpangan jalan. Dia memakai kacamata hitam dan tangannya memegang tongkat.  Dia takut untuk menyebrang. Hingga ada seorang gadis yang membantunya.  "Kakek mau ke mana ?" tanya gadis itu.  "Aku ingin pergi ke utara," jawab si Kakek.  Lalu si gadis menuntun kakek...

Selamat malam, Cahaya

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Entah harus kumulai dari mana untuk mendeskripsikan sosokmu yang tiba-tiba menyapaku malam ini. Sudah kucoba dengan menuliskan bait puisi, tapi ternyata hanya jadi hamburan metafora yang jauh dari indah untuk menggambarkanmu. Aku memang tak pandai menyusun kata. Akhirnya kuputuskan untuk menuliskan kata-kata sederhana ini. Tak ada maksud lain, aku hanya ingin perasaan yang kurasakan kali ini setidaknya menjadi lebih abadi. Hmmh, sedang apa hei kau yang disana ? Apa kau juga merasakan hal sama sepertiku ? Ah, dasar bodoh. Mana mungkin. Aku bahkan ragu kau masih mengingatku. Mungkin bagimu aku hanya sebutir pasir masa lalumu, yang bahkan ada atau tiadaknya aku tak akan berpengaruh untukmu. Tapi jika kau membaca tulisan ini (meski sepertinya itu tak mungkin), aku ingin mengatakan kalau aku sekarang sedang merindukanmu. Boleh kan ? Boleh ya !? :) Tak ada hukum yang melarangnya kan ? Setahuku di UUD '45 tak ada. Memang tak masuk akal kalau aku berharap kau bisa...

Butiran Nostalgia

Gambar
(Gambar dari Pixabay ) Jika kelak kau dengar lagi gemercik kala senja, Jika kelak kau rasakan lagi gigil yang menggila, Jika kelak kau lihat lagi jingga meredup terhalang gelap mega, Jika kelak kau hirup lagi aroma hujan yang melekap jiwa, Kuharap kau ingat, Ketika janji kita ikat, Ketika di pungggmu jaket kutambat, Ketika tanganmu kugenggam erat, Kuharap kau tak lupa, Ketika waktu berhenti seketika, Ketika pawana memeluk kita, Ketika lara lenyap saat itu juga, Kasih, Cobalah tutup payungmu, Cobalah pejamkan matamu, Lalu rasakan setiap butiran yang jatuh, Maka kau akan kuyup dengan nostalgia utuh, Kasih, Itulah cara langit menyapa, Begitulah cara bumi menerima, Karena mereka muskil bersama, Karena itu hukum semesta.